Analisis Pengaruh Ekonomi Kreatif
Terhadap Tingkat Konsumsi Masyarakat Dan
Laju Inflasi
1.1
Latar Belakang Masalah
Pengembangan ekonomi
kreatif dalam dekade terakhir ini telah menjadi alternatif solusi, sekaligus
strategis global dalam tetap menjaga pertumbuhan ekonomi di tengah pelambatan
ekonomi global. Ekonomi kreatif yang bertumpu pada pengetahuan dan kreatifitas
sebagai “nilai jual” nya telah mampu menjelma menjadi kekuatan baru
dalam memenangkan kompetisi dan pengembangan ekonomi. Dalam perjalannya, konsep
ekonomi kreatif ini semakin mendapat perhatian utama di banyak
negara, karena dapat memberikan kontribusi nyata terhadap
perekonomian. Di Indonesia, gaung ekonomi kreatif semakin
mendapatkan momentum pada masa pemerintahan SBY, yang menyadari betapa
pentingnya mencari cara untuk meningkatkan daya saing produk nasional dalam
menghadapi pasar global. Ditandai dengan pembentukan Indonesia Design Power
2006, yang bertujuan untuk menempatkan produk Indonesia menjadi produk yang dapat
diterima di pasar internasional namun tetap memiliki karakter nasional.
Keseriusan Pemerintah Indonesia dalam
mengembangkan ekonomi kreatif ditandai pula dengan keluarnya Inpres No. 6 Tahun 2009 tentang
Pengembangan Ekonomi Kreatif. Disamping itu, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 pada 21 Desember
2011, telah dibentuk Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
dengan visi untuk mewujudkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat
Indonesia dengan menggerakkan kepariwisataan dan ekonomi kreatif. Bagi
Indonesia, pengembangan ekonomi kreatif menjadi suatu keniscayaan di
tengah semakin kondusifnya kontur ekonomi nasional terhadap pengembangan
ekonomi kreatif, semakin meningkatnya penduduk kelas menengah membawa
konsekuensi semakin meningkatnya tingkat konsumen untuk belanja barang dengan
kualitas yang lebih layak lagi.
Sebagaimana diketahui
bersama, Indonesia selama tujuh tahun terakhir berhasil menambah 80 juta penduduk
kelas menengah baru. Dilihat dari sisi tren tersebut, maka semakin tinggi kelas
menengah bertambah, maka semakin tinggi kebutuhan mereka atas pemenuhan
kebutuhan hidup yang layak, baik itu pendidikan, fashion, seni, pariwisata dan
entertaintment lainnya. Di samping itu Indonesia juga memiliki potensi yang
sangat luas untuk pengembangan ekonomi kreatif, keragaman unsur budaya, dan
karakteristik masyarakat yang sejak dulu sudah berkreasi menjadi kekuatan
tersendiri yang perlu dikelola secara tepat, agar dapat memberikan nilai tambah
ekonomi sebagai kekuatan ekonomi baru. Pertumbuhan laju ekonomi kreatif di
Indonesia memicu peningkatan terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Hal
tersebut terlihat ketika periode 2011 sektor ekonomi kreatif menyumbang nilai tambah
sebesar Rp 524,91 triliun atau setara 7,06% dari PDB Nasional melalui 14
subsektor ekonomi kreatif serta menyerap 11,66 juta tenaga kerja atau
menyumbang 10,63% dari total nasional. Kemudian pada tahun berikutnya Ekonomi
kreatif berkontribusi sebesar Rp574 Triliun atau kurang 7% dari terhadap
produk domestik bruto (PDB). Pada tahun 2013, ekonomi kreatif berkontribusi
sebesar Rp 641, 8 Triliun atau sebesar 7% dari PDB Nasional. Laju pertumbuhan
masing-masing sektor industri kreatif menunjukkan perkembangan yang
menggembirakan, dengan pertumbuhan di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi
kreatif dan pertumbuhan nasional, antara lain: sektor layanan komputer dan
piranti lunak yang mencapai 8,24%, arsitektur sebesar 8,04%, periklanan sebesar
8,01%, seni pertunjukan sebesar 6,89%, kerajinan sebesar 6,38% dan film, video,
dan fotografi sebesar 6,27%. Jumlah produksi film pada tahun 2013 sebanyak 106
film atau lebih 6% dari target yang telah ditetapkan sebanyak 100 film. Dan pada
tahun 2014, ekonomi kreatif secara makro berkontribusi sebesar 7,06% terhadap
PDB nasional, dan menyerap 12,30 juta
tenaga kerja serta berkontribusi perolehan devisa 5,8%.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang
masalah tersebut, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:
- Apakah sektor ekonomi kreatif mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat?
- Apakah sektor ekonomi kreatif mempengaruhi laju inflasi?
- Apakah sektor ekonomi kreatif memiliki prospek yang besar untuk tahun 2015?
1.3. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Ukuran tingkat konsumsi masyarakat menggunakan Purchasing Power Parity / Paritas Daya Beli (PPP) sedangkan mengukur laju inflasi menggunakan GNP Deflator dan Indeks Harga Konsumen (IHK).
Ukuran tingkat konsumsi masyarakat menggunakan Purchasing Power Parity / Paritas Daya Beli (PPP) sedangkan mengukur laju inflasi menggunakan GNP Deflator dan Indeks Harga Konsumen (IHK).
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam
kegiatan penelitian ini antara lain:
- Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tingkat konsumsi masyarakat terhadap sektor ekonomi kreatif.
- Untuk mengetahui sejauh mana laju inflasi terjadi terhadap sektor ekonomi kreatif.
- Untuk mengetahui seberapa besar tingkat pertumbuhan atau prospek sektor ekonomi kreatif pada tahun 2015.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh bagi
beberapa pihak dari penelitian mengenai perbandingan kinerja keuangan perbankan
syariah dengan perbankan konvensional antara lain :
- Bagi Pemerintah, dapat dijadikan sebagai catatan/koreksi untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerjanya, sekaligus memperbaiki apabila ada kelemahan dan kekurangan dalam sektor ekonomi kreatif.
- Bagi pengusaha atau wirausahawan, dapat dijadikan catatan untuk menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan bisnisnya.
- Bagi Peneliti Dapat menambah wawasan serta ilmu pengetahuan peneliti terhadap penelitian yang berkaitan dan sebagai wadah pembentukan pola pikir ilmiah dalam menghadapi persoalan sosial dalam masyarakat.
BAB
II
KAJIAN
TEORITIS
2.1
Pengertian Ekonomi Kreatif
Istilah Ekonomi Kreatif
pertama kali didengungkan oleh tokoh bernama John Howkins, penulis buku
“Creative Economy, How People Make Money from Ideas”. Menurut definisi Howkins,
Ekonomi Kreatif adalah kegiatan ekonomi dimana input dan outputnya adalah
Gagasan, hanya dengan modal gagasan, seseorang yang kreatif dapat memperoleh
penghasilan yang sangat layak. Kemudian penulis bernama Dr. Richard Florida
dalam bukunya “The Rise of Creative Class” dan “Cities and the Creative Class”,
menyuarakan tentang industri kreatif dan kelas kreatif di masyarakat (Creative
Class).
2.2 Jenis-Jenis Ekonomi Kreatif
Secara umum jenis-jenis ekonomi kreatif
dapat dibedakan dari berbagai bentuk yaitu:
1. Periklanan
(advertising)
kegiatan kreatif yang
berkaitan jasa periklanan (komunikasi satu arah dengan menggunakan medium
tertentu). Meliputi proses kreasi, produksi dan distribusi dari iklan yang
dihasilkan, misalnya riset pasar, perencanaan komunikasi iklan, iklan luar
ruang, produksi material iklan, promosi, kampanye relasi publik. Selain itu,
tampilan iklan di media cetak (surat kabar, majalah) dan elektronik (televisi
dan radio), pemasangan berbagai poster dan gambar, penyebaran selebaran,
pamflet, edaran, brosur dan reklame sejenis, distribusi dan delivery
advertising materials atau samples, serta penyewaan kolom untuk iklan.
2. Arsitektur
kegiatan kreatif yang
berkaitan dengan desain bangunan secara menyeluruh baik dari level makro (town
planning, urban design, landscape architecture) sampai level mikro (detail
konstruksi). Misalnya arsitektur taman, perencanaan kota, perencanaan biaya
konstruksi, konservasi bangunan warisan, pengawasan konstruksi, perencanaan
kota, konsultasi kegiatan teknik dan rekayasa seperti bangunan sipil dan
rekayasa mekanika dan elektrikal.
3. Pasar
Barang Seni
kegiatan kreatif yang
berkaitan dengan perdagangan barang-barang asli, unik dan langka serta memiliki
nilai estetika seni yang tinggi melalui lelang, galeri, toko, pasar swalayan,
dan internet, meliputi barang-barang musik, percetakan, kerajinan, automobile,
dan film.
4. Kerajinan
(craft)
kegiatan kreatif yang
berkaitan dengan kreasi, produksi dan distribusi produk yang dibuat dihasilkan
oleh tenaga pengrajin yang berawal dari desain awal sampai proses penyelesaian
produknya. Antara lain meliputi barang kerajinan yang terbuat dari batu
berharga, serat alam maupun buatan, kulit, rotan, bambu, kayu, logam (emas,
perak, tembaga, perunggu, besi) kayu, kaca, perselin, kain, marmer, tanah liat,
dan kapur. Produk kerajinan pada umumnya hanya diproduksi dalam jumlah yang
relatif kecil (bukan produksi massal).
5. Desain
kegiatan kreatif yang terkait
dengan kreasi desain grafis, desain interior, desain produk, desain industri,
konsultasi identitas perusahaan dan jasa riset pemasaran serta produksi kemasan
dan jasa pengepakan.
6. Fesyen
(fashion)
kegiatan kreatif yang terkait
dengan kreasi desain pakaian, desain alas kaki, dan desain aksesoris mode
lainnya, produksi pakaian mode dan aksesorisnya, konsultansi lini produk
fesyen,serta distribusi produk fesyen.
7. Video,
Film dan Fotografi
kegiatan kreatif yang terkait
dengan kreasi produksi video, film, dan jasa fotografi, serta distribusi
rekaman video dan film. Termasuk di dalamnya penulisan skrip, dubbing film,
sinematografi, sinetron, dan eksibisi film.
8. Permainan
Interaktif (game)
kegiatan kreatif yang
berkaitan dengan kreasi, produksi, dan distribusi permainan komputer dan video
yang bersifat hiburan, ketangkasan, dan edukasi. Subsektor permainan interaktif
bukan didominasi sebagai hiburan semata-mata tetapi juga sebagai alat bantu
pembelajaran atau edukasi.
9. Musik
kegiatan kreatif yang
berkaitan dengan kreasi/komposisi, pertunjukan, reproduksi, dan distribusi dari
rekaman suara.
10. Seni
Pertunjukan (showbiz)
kegiatan kreatif yang
berkaitan dengan usaha pengembangan konten, produksi pertunjukan. Misalnya,
(pertunjukan balet, tarian tradisional, tarian kontemporer, drama, musik
tradisional, musik teater, opera, termasuk tur musik etnik), desain dan
pembuatan busana pertunjukan, tata panggung, dan tata pencahayaan.
11. Penerbitan
dan Percetakan
kegiatan kreatif yang terkait
dengan penulisan konten dan penerbitan buku, jurnal, koran, majalah, tabloid,
dan konten digital serta kegiatan kantor berita dan pencari berita. Subsektor
ini juga mencakup penerbitan perangko, materai, uang kertas, blanko cek, giro, surat
andil, obligasi surat saham, surat berharga lainnya, passport, tiket pesawat
terbang, dan terbitan khusus lainnya. Juga mencakup penerbitan foto-foto,
grafir (engraving) dan kartu pos, formulir, poster, reproduksi, percetakan
lukisan, dan barang cetakan lainnya, termasuk rekaman mikro film.
12. Layanan
Komputer dan Piranti Lunak (software)
kegiatan kreatif yang terkait
dengan pengembangan teknologi informasi termasuk jasa layanan komputer,
pengolahan data, pengembangan database, pengembangan piranti lunak, integrasi
sistem, desain dan analisis sistem, desain arsitektur piranti lunak, desain
prasarana piranti lunak dan piranti keras, serta desain portal termasuk
perawatannya.
13. Televisi
& Radio (broadcasting)
kegiatan kreatif yang
berkaitan dengan usaha kreasi, produksi dan pengemasan acara televisi (seperti
games, kuis, reality show, infotainment, dan lainnya), penyiaran, dan transmisi
konten acara televisi dan radio, termasuk kegiatan station relay (pemancar
kembali) siaran radio dan televisi.
14. Riset dan
Pengembangan (R&D)
kegiatan kreatif terkait
dengan usaha inovatif yang menawarkan penemuan ilmu dan teknologi serta
penerapan ilmu dan pengetahuan tersebut untuk perbaikan produk dan kreasi
produk baru, proses baru, material baru, alat baru, metode baru, dan teknologi
baru yang dapat memenuhi kebutuhan pasar. Termasuk yang berkaitan dengan
humaniora seperti penelitian dan pengembangan bahasa, sastra, dan seni serta
jasa konsultansi bisnis dan manajemen.
2.3. Pengertian Dan Faktor-Faktor Tingkat
Konsumsi
Istilah konsumsi
berasal dari bahasa
Belanda yaitu
consumptie, ialah suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna
suatu benda, baik berupa barang maupun jasa,
untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung. Menurut Chaney,
konsumsi adalah seluruh tipe aktifitas sosial yang orang
lakukan sehingga dapat di pakai untuk mencirikan dan mengenal mereka, selain
(sebagai tambahan) apa yang mungkin mereka lakukan untuk hidup. Chaney
menambahkan, gagasan bahwa konsumsi telah menjadi (atau sedang menjadi) fokus
utama kehidupan sosial dan nilai-nilai kultural mendasari gagasan lebih umum
dari budaya konsumen. Sedangkan menurut Braudrillard, konsumsi adalah sistem yang
menjalankan urutan tanda-tanda dan penyatuan kelompok. Jadi konsumsi itu
sekaligus sebagai moral (sebuah sistemideologi) dan sistem komunikasi, struktur
pertukaran. Dengan konsumsi sebagai moral, maka akan menjadi fungsi sosial yang
memiliki organisasi yang terstruktur yang kemudian memaksa mereka mengikuti
paksaan sosial yang tak disadari. Adapun 5 faktor yang mempengaruhi
besar-kecilnya konsumsi seseorang menurut Putong (2013):
1)
Tingkat
Pendapatan dan Kekayaan
Sangat lazim apabila tinggi
rendahnya daya konsumsi seseorang berhubungan dengan tinggi rendahnya tingkat
pendapatan, karena perilaku konsumsi secara psikologis memang berhubungan
dengan tingkat pendapatan, seperti yang kita bahas dalam paragraph pertama di
atas. Apabila pendapatan pendapatan konsumen tinggi, maka konsumsinya juga
tinggi (baik dalam jumlah maupun dalam nilai) karena ini berhubungan dengan
pemenuhan kepuasan yang tak terbatas. Sebaliknya apabila pendapatan seseorang
rendah maka konsumsinya juga relatif rendah karena berhubungan dengan keinginan
bertahan hidup. Selain pendapatan, ternyata tingkat kekayaan seseorang juga
berpengaruh. Kekayaan ini bisa saja didapatkan dari besarnya tabungan masa
lalu, harta warisan, dan sebagainya. Dengan tingkat kekayaan tertentu maka
meskipun pendapatan aktualnya menurun dari periode sebelumnya bisa saja tingkat
konsumsonya sama dengan konsumsi sebelumnya, atau bahkan mungkin tingkat
konsumsinya lebih besar dari sebelumnya.
2)
Tingkat
Suku Bunga dan Spekulasi
Bagi masyarakat tertentu adakalanya
mau mengorbankan konsumsi untuk mendapatkan perolehan yang lebih besar dari
suku bunga yang berlaku dari uang yang ditabung, sehingga manakala suku bunga
tinggi, konsumsi masyarakat berkurang meskipun pendapatannya tetap. Akan tetapi
manakala suku bunga demikian rendahnya maka masyarakat akn lebih condong untuk
menggunakan semua uangnya untuk konsumsi, sehingga hamper tidak ada yang
ditabung.
3)
Sikap
Berhemat
Memang terjadi paradoks antara sikap
berhemat dengan peningkatan kapasitas produksi nasional. Di satu sisi untuk
memperbesar kapasitas produksi nasional maka konsumsi harus ditingkatkan.
Namun, di sisi lain untuk meningkatkan pendanaan dalam negeri agar investasi
dapat berjalan dengan mudah dan relatif murah serta aman maka tabungan
masyarakat perlu ditingkatkan.
4)
Budaya,
Gaya Hidup dan Demonstration Effect
Gaya hisup masyarakat yang cenderung
mencontoh konsumsi tetangganya, rekan kerja, atau mungkin artis menjadikan
konsumsi masyarakat terpengaruh. Konsumsi untuk produk-produk yang sebenarnya
belum begitu dibutuhkanm, tetapi karena gengsi atau ikut arus, masyarakat akan
memustuskan untuk mengkonsumsinya.
5)
Keadaan
Perekonomian
Pada saat kondisi perekonomian stabil, tingkat konsumsi
masyarakat juga cenderung stabil. Namun, ketika kondisi perekonomian sedang
mengalami krisis, biasanya tabungan masyarakat akan cenderung rendah dan
konsumsi menjadi tinggi karena kurangnya kepercayaan pada lembaga perbankan.
Namun apabila perekonomian mengalami pertumbuhan, masyarakat cenderung menambah
tingkat konsumsi untuk kerperluannya ataupun keinginannya.
2.4. Pengertian Dan Jenis-Jenis Inflasi
Inflasi merupakan Salah satu peristiwa moneter yang
menunjukkan suatu kecenderungan akan naiknya harga barang-barang secara umum.
Yang berarti terjadinya penurunan nilai uang”. (Rimsky K. Judisseno, 2002;16). Dalam bukunya yang berjudul
makroekonomi tersebut, Sadono Sukirno menyebutkan dengan singkat dan jelas
bahwa yang disebut dengan Inflasi adalah suatu proses kenaikan harga-harga. Sedangkan
menurut Gerald J. Thuesen dan W.J. Fabrycky yang dikutip dalam buku Analisis
Investasi dalam perspektif Ekonomi dan Politik menyebutkan bahwa “Inflasi adalah keadaan yang menggambarkan
perubahan tingkat harga dalam sebuah perekonomian”. (Irham Fahmi,
2006;79). Pengertian lain tentang Inflasi juga ditemukan dalam sebuah buku yang
berjudul Teori Ekonomi Makro karangan Dwi Eko Waluyo pada tahun 2002 yang
menyebutkan bahwa “Inflasi adalah
Salah satu bentuk penyakit ekonomi yang sering muncul dan dialami oleh semua
negara, kecenderungan kenaikan harga-harga umum secara terus menerus”. Adapun
jenis-jenis inflasi berdasarkan sifatnya yaitu:
1.
Inflasi
rendah atau creeping inflation
Pengertian inflasi rendah atau
creeping inflation adalah inflasi yang besarnya kurang dari 10 % tahun.
Inflasi seperti ini terkesan dibutuhkan dalam perekonomian untuk mendorong
produsen agar memproduksi lebih banyak barang dan jasa.
2.
Inflasi
Menengah atau Galloping Inflation
Pengertian inflasi menengah adalah
inflasi yang besarnya berkisar antara 10-30 % setiap tahun. Inflasi menengah
terjadi saat harga-harga barang dan jasa naik secara cepat dan besar. Dalam perekonomian,
inflasi ini disebut inflasi dua digit.
3.
Inflasi
berat atau High Inflation
Pengertian inflasi berat atau high
inflation adalah sebuah inflasi yang berada dalam kisaran 30-100% setiap
tahunnya.
4.
Inflasi
sangat tinggi atau Hyperinflation
Pengertian inflasi sangat tinggi
atau hyperinflation adalah inflasi yang terjadi dengan kenaikan harga mencapai
4 digit atau diatas 100 %. Sebelum terjadi hiperinflasi, saya sarankan anda
membeli banyak barang ataupun aset sebanyak banyaknya, karena saat terjadi hiperinflasi,
uang anda lebih baik dibakar.
2.5. Kerangka Konseptual
Pertumbuhan perekonomian khususnya
dalam sector ekonomi kreatif tentunya akan mempengaruhi pendapatan domestic
bruto (PDB). Hal itu menandakan pula pertambahan pendapatan yang terjadi dalam
masyarakat. Mayoritas pelaku ekonomi kreatif di gandrungi oleh masyarakat
menengah, sehimgga menurunkan jumlah penggangguran. Karena kedua hal tersebut
membuat daya konsumsi masyarakat akan meningkat. Pengukuran tingkat konsumsi
akan menggunakan Purchasing Power Parity / Paritas Daya Beli (PPP). Pada
peningkatan tingkat konsumsi masyarakat akan menghubungkan dengan laju inflasi
yang terjadi dalam negara yang bersangkutan. Besar atau kecilnya inflasi akan
ditentukan oleh masyarakat dalam menggunakan peningkatan pendapatan yang
terjadi akibat pertumbuhan ekonomi kreatif. Untuk mengukur laju inflasi akan menggunakan
GNP Deflator dan Indeks Harga Konsumen (IHK).
2.6. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan
jawaban sementara atas suatu rumusan masalah yang masih harus dibuktikan
kebenarannya secara empiris. Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
- Sektor ekonomi kreatif yang terjadi berpengaruh secara parsial terhadap tingkat konsumsi masyarakat.
- Sektor ekonomi kreatif yang terjadi berpengaruh secara parsial terhadap laju inflasi.
- Tingkat konsumsi masyarakat dan laju inflasi yang terjadi akan berpengaruh secara simultan terhadap prospek tingkat pertumbuhan sector ekonomi kreatif tahun 2015.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
3.1.
Jenis Penelitian
Desain
penelitian yang digunakan adalah penelitian asosiatif yang merupakan penelitian
yang bertujuan untuk mengetahui keterkaitan erat antara dua variabel atau lebih
(kausalitas) (Sugiyono, 2007:11).
3.2. Operasionalisasi Variabel
Variabel-variabel yang dipakai dalam penelitian ini
adalah:
- Ekonomi Kreatif adalah kegiatan ekonomi dimana input dan outputnya adalah Gagasan, hanya dengan modal gagasan, seseorang yang kreatif dapat memperoleh penghasilan yang sangat layak menurut John Howkins, penulis buku “Creative Economy, How People Make Money from Ideas”.
- Tingkat Konsumsi adalah kemampuan yang dimiliki masyarakat untuk melakukan kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu benda, baik berupa barang maupun jasa, untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung.
- Laju Inflasi adalah proses tingkatan pertumbuhan kenaikan harga-harga.
3.3. Tahapan Penelitian
Langkah-langkah yang dilakukan dalam
penelitian ini antara lain:
1.
Menentukan sampel penelitian
2.
Menghitung variabel-variabel yang
digunakan dalam perbandingan sektor ekonomi kreatif
No
|
Kegiatan
|
Minggu :
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
||
1
|
Penyusunan
Proposal
|
|||||
2
|
Penentuan
Sampel
|
|||||
3
|
Pengumpulan
Data
|
|||||
4
|
Analisis
Data
|
|||||
5
|
Pembuatan
Draf Laporan
|
|||||
6
|
Seminar
Laporan
|
|||||
7
|
Penyempurnaan
Laporan
|
|||||
8
|
Penggandaan
Laporan
|
3.4. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah laporan kinerja
kementerian pariwisata dan ekonomi kreatif pada tahun 2011 hingga tahun 2014
dengan variable-variabel mengenai pendapatan domestic bruto (PDB) yang
dihasilkan, penyerapan tenaga kerja dan lain-lain. Disamping itu pula Pengambil
data populasi dari beberapa sumber melalui website seperti BPS. Teknik pengambilan
sampel yang digunakan adalah Purposive
Sampling, yang merupakan teknik penentuan sampel anggota populasi dengan
pertimbangan atau kriteria tertentu (Sugiyono, 2007:78).
Kriteria penentuan sampel dalam penelitian ini
adalah :
1.
Sektor ekonomi kreatif yang menjadi
sample dimulai tahun 2011-2014.
2.
Sektor ekonomi kreatif hanya
diperuntukan untuk 14 subsektor dalam ekonomi kreatif.
3.
Besar kecilnya pertumbuhan ekonomi
kreatif menjadi hal wajar dalam sample penelitian.
3.5. Teknik Analisis Data
Data dianalisis dengan analisis regresi berganda dan
analisis regresi sederhana. Uji statistik dilakukan dengan t-test dan f-test
(ANOVA), dimana terlebih dahulu melakukan uji asumsi klasik sebelum melakukan
uji statistik. T-tes digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen
terhadap variabel terikat secara parsial, sedangkan uji-f digunakan untuk
mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara simultan.
Berikut Uji asumsi klasik yang dilakukan dalam penelitian ini :
a.
Uji
Normalitas
Tujuan
uji normalitas adalah untuk mengetahui apakah dalam model regresi, variabel
penganggu atau residual memiliki distribusi normal. Untuk menguji apakah data
berdistribusi normal digunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Berdasarkan hasil
uji statistik dengan model Kolmogorov-Smirnov
dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi secara normal. Hal ini dapat dilihat
dari nilai Asymp.Sig.(2 tailed) 0,609
> 0,05.
b.
Uji
Multikolinearitas
Uji
multikolinearitas dilakukan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel bebas. Berdasarkan hasil pengujian yang
dilakukan dapat disimpulkan penelitian ini bebas dari gejala multikolinearitas.
Jika dilihat pada tabel semua variabel independen memiliki VIF 1,042 atau
VIF<10. Selain itu nilai toleransi untuk setiap variabel independen adalah
0,959 yaitu lebih besar dari 0,1 (tolerance
> 0,1). Dengan demikian disimpulkan tidak ada gejala multikolinearitas
dalam model regresi ini.
c.
Uji
Heteroskedastisitas
Uji
heteroskesdastisitas bertujuan untuk menguji terjadinya perbedaan variance residual suatu periode
pengamatan ke periode yang lain. Uji ini dilakukan dengan mengamati pola
tertentu pada grafik scatterplot,
dimana bila ada titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y
serta tidak membentuk pola maka tidak terjadi heteroskesdastisitas
d.
Uji
Autokorelasi
Uji
autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada
korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu
pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Berdasarkan tabel
4.4 di atas, diketahui nilai Durbin-Watson (D-W) sebesar 1,880. Jika D-W dibandingkan pada P = 0,05, N = 60 dan K = 2
didapatkan sebagai berikut : dl = 1,51 dan du = 1,65. Oleh karena D-W hitung du
< D-W < 4-du, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi
dan model regresi memenuhi syarat asumsi klasik tentang autokorelasi.
DAFTAR
PUSTAKA
http://www.apapengertianahli.com/2015/05/pengertian-inflasi-jenis-jenis-inflasi-cara-penanganan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar